Kamis, 02 Desember 2010

KISAH SUKSES DA’I DARI KOTA SERIBU SUNGAI

Kiranya tidak ada masyarakat Kalimantan Selatan khususnya, kecuali anak kecil, yang tidak tahu dengan istilah “Mahalabio” *, karena istilah ini sudah sangat populer di tengah-tengah masyarakat bila ada seseorang berbicara yang mengandung pengertian ganda (mendua). Karena itu jika orang tidak berpikir dua kali, bisa salah arti atau tidak mengerti maksud yang sebenarnya, orang bisa terkecuh dengannya.
Lalu mengapa pembicaraan atau ungkapan yang bersifat filosufis itu dilabelkan ke daerah “Alabio”, tidak daerah lain? Barangkali karena masyarakat Alabio lah yang mula-mula mempopulerkannya, sehingga di manapun orang Alabio berada atau mengembara senantiasa memunculkan ungkapan-ungkapan yang bersifat “Mahalabio” itu.
Kemudian apakah pula kemampuan masyarakat Alabio dan sekitarnya memunculkan ungkapan yang mengandung banyak arti itu menunjukkan orangnya pintar-pintar? Sejauh ini belum ada penelitian kearah itu, namun yang jelas dibidang ekonomi orang-orang Alabio banyak yang sukses dan mampu bersaing dengan orang-orang Cina, khususnya di Kalimantan Selatan.
Kota Alabio, yang jaraknya kurang lebih 9 Km dengan kota Amuntai, Ibukota Kabupaten Hulu Sungau Utara inilah yang senantiasa dilewati oleh K. H. Ahmad Bakeri bila ingin mengenang tempat kelahiran beliau di tahun 60-an., tepatnya di desa Manarap** (dulu sebelum pemekaran desa bernama Bitin) Kecamatan Danau Panggang yang jaraknya kurang lebih 12 Km dari kota Alabio.
Rupanya sudah menjadi takdir Tuhan, di desa Manarap ini yang kala itu tidak seorang pun mengetahuinya, hingga kedua orang tuanya sekalipun, di tengah malam buta, tanpa ada listrik, hanya disinari cahaya lampu tembok yang kadangkala redup ditiup angin, bahwa Allah SWT telah menyiapkan salah seorang hamba-Nya untuk melanjutkan Risalah Rasulullah Saw. di tengah-tengah umat yang sedang mengalami dekadensi moral (kemerosotan akhlak) sangat serius sekarang ini.

Selasa, 30 November 2010

ULAMA DAN TANTANGAN PROBLEMATIKA KONTEMPORER


Indonesia adalah sebuah Negara Republik yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Oleh karena Indonesia bukanlah Negara Islam, maka hal-hal yang terkait dengan urusan agama Islam banyak dilakukan oleh masyarakat. Salah satu urusan agama yang dilakukan oleh masyarakat adalah yang berkaitan dengan pemberian fatwa keagamaan, karena dalam sistem kenegaraan di Indonesia tidak mengenal adanya seorang mufti pemerintah.
Di Indonesia terdapat kurang lebih 60 organisasi kemasyarakatan keagamaan (Islam) besar yang tersebar di seluruh Indonesia. Dari ± 60 Ormas Islam tersebut separuh di antaranya mempunyai lembaga fatwa di dalamnya, dan dari yang separuh itu ada sekitar 10-an ormas Islam yang lembaga fatwanya tergolong efektif.
Pada dasarnya, umat Islam sangat membutuhkan adanya fatwa, karena fatwa memuat penjelasan tentang kewajiban-kewajiban agama (faraidh), batasan-batasan (hudud), serta menyatakan tentang haram atau halalnya sesuatu. Bagi umat Islam, fatwa tidak saja dipahami sebagai sebuah produk hukum yang harus diketahui, tapi lebih jauh dari itu fatwa adalah merupakan pedoman dalam melaksanakan ajaran agama.
Umat Islam Indonesia juga meyakini bahwa fatwa tidak boleh dikeluarkan oleh sembarang pihak. Fatwa harus dikeluarkan oleh pihak yang mempunyai kompetensi untuk mengeluarkan fatwa. Karena fatwa yang dikeluarkan oleh pihak yang tidak memiliki kompetensi itu merupakan perbuatan membuat-buat hukum (tahakkum) dan hal itu dilarang oleh agama Islam, sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengadakan kebohongan terhadap Allah. Sesunguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” ( QS. 16; An-Nahl : 116)

Di Indonesia terdapat sebuah lembaga yang bernama Majelis Ulama Indonesia, yang di dalamnya terhimpun komponen umat Islam di Indonesia. Walaupun Majelis Ulama Indonesia tidak merupakan supra struktur dari ormas-ormas Islam yang ada di Indonesia, akan tetapi Majelis Ulama Indonesia bisa dipahami sebagai sebuah wadah yang mempresentasikan umat Islam Indonesia, hal ini disebabkan antara lain karena pengurus Majelis Ulama Indonesia merupakan fugsionaris atau pimpinan ormas Islam, bahkan Majelis Ulama Indonesia juga mengakomodir tokoh-tokoh lain yang tidak berasal dari ormas Islam yang mempunyai kredibelitas dan kapabelitas, misalnya dan Perguruan Tinggi Islam dan dari Pesantren serta dari institusi keislaman lainnya.
Majelis Ulama Indonesia sebagai wadah pengkhidmatan terhadap umat Islam di Indonesia mempunyai beberapa fungsi dan tugas yang harus diembannya, salah satu fungsi dan tugasnya adalah sebagai pemberi fatwa keagamaan Indonesia.
Fatwa yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama: kategori pertama adalah fatwa tentang kehalalan produk makanan, minuman dan kosmetika, kategori kedua adalah fatwa yang berkaitan dengan perekonomian Islam, dan kategori yang ketiga adalah fatwa tentang masalah sosial keagamaan, sosial kemasyarakatan, kesehatan, dsb.
Penetapan fatwa tentang kehalalan produk makanan, minuman dan kosmetika dilakukan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia bekerjasama dengan LP POM MUI, LP POM MUI melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap ingredient produk, sedangkan komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia yang menetapkan kehalalan atau tidaknya produk tersebut berdasarkan berita acara penelitian yang dilakukan oleh LP POM MUI.
Adanya fatwa tentang kehalalan suatu produk mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka memberikan perlindungan dan ketenangan bagi umat Islam, agar tidak mengkonsumsi makanan, minuman dan obat-obatan serta tdak menggunakan kosmetika yang tidak halal.
Sedabgkan penetapan fatwa tentang perekonomian Islam dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yaitu sebuah lembaga di bawah Majelis Ulama Indonesia yang beranggotakan para ahli hukum Islam (fuqahaa) serta para ahli dan praktisi ekonomi, terutama sektor keuangan, baik bank maupun non bank, yang berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam mendorong dan memajukan ekonomi umat. Tugas utama DSN-MUI antara lain: menggali, mengkaji, dan merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum Islam (syari’ah) dalam bentuk fatwa untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di lembaga keuangan syariah (DSN-MUI) juga mempunyai tugas mengawasi pelaksanaan dan implementasi fatwa-fatwa tersebut di lembaga keuangan syariah melalui Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan perpanjangan tangan DSN-MUI di lembaga keuangan syariah.
Sedangkan fatwa tentang masalah selain perekonomian Islam dan makanan, minuman dan kosmetika diterapkan oleh komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia.
Supaya pemberian fatwa terhadap berbagai masalah yang berkembang di nasyarakat dapat lebih baik dan efektif, maka perlu adanya sistem dan prosedur penetapan fatwa. Sistem dan prosedur penetapan fatwa ini berlaku pada penetapan bahwa tentang kehalalan produk makanan, minuman dan kosmetika, fatwa tentang perekonoimian Islam, dann fatwa tentang masalah sosial keagamaan, sosial kemasyarakatan, kesehatan, dan dsb.